Rabu, 30 November 2011

Putri Sedepa


PUTRI SEDEPA
(Asal Usul Batu menangis di Suban Air Panas)
Oleh : Ardesi Yulianita, M.Pd.


            Pada masa pemerintahan Kutei Rejang sangat berjaya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, Putri Sedepa namanya. Keelokkan parasnya sudah terkenal di seluruh kutei di daerah Rejang Pat Petulai hingga ke kerajaan Sungai Serut di pesisir. Konon, Putri Sedepa memiliki rambut yang sangat panjang, hingga menutupi mata kakinya. Putri Sedepa juga dianugerahi kesaktian yang sangat hebat, salah satunya adalah kemampuan Putri Sedepa untuk pergi kemanapun hanya dengan melangkahkan kakinya satu kali. Sayang sekali, Putri Sedepa memiliki kegemaran bermain di air (sungai), jika ia sudah asyik bermain di air, maka ia tak akan ingat waktu.
            Suatu hari, Putri Sedepa sedang asyik melamun sambil memandang langit. Tiba-tiba...muncul dalam pikirannya untuk bertandang ke kerajaan Kahyangan.
“Dewa yang Agung perkenankan hambamu untuk bermain di alam kahyangan!” pinta Putri Sedepa sambil melangkahkan kakinya satu kali. Berkat kesaktiannya, tibalah Putri Sedepa di kerajaan Kahyangan yang terkenal akan keindahan alam dan pesona makhluknya. “Wah....Indahnya, betapa Agungnya Engkau wahai Dewa yang perkasa!” gumam putri Sedepa mengagumi keindahan alam yang terbentang di hadapannya. Pohon-pohon yang terus berwarna hijau sepanjang tahun, tak satupun daun terlihat rontok dari tangkainya. Bunga-bunga beraneka bentuk dan warna, dan selalu menebarkan wangi yang mampu membuat manusia manapun mabuk kepayang. Oh...apa itu? Sungai-sungai yang memancarkan kejernihan air yang tak terkira, bagaikan intan permata yang dilelehkan, begitu bening!. Putri Sedepa berlari dengan penuh semangat menuju kilauan air tersebut. Begitu sampai di tepi sungai, kembali ia terpukau. Belum pernah ia melihat sungai yang begitu jernihnya. Putri Sedepa tak menyia-nyiakan kesempatan untuk bermain sepuas-puasnya.
            Ia bermain, bermain, dan terus bermain. Hingga tanpa terasa waktu telah di ambang pentang. Tiba-tiba terdengar suara bijak yang menggelegar, “Wahai anak manusia, sudah tiba saatnya kau pulang ke dunia!”
Mendengar titah tersebut, Putri Sedepa merasa sedih, “Oh...Dewa yang agung, perkenankan hamba untuk berada di sini sebentar lagi!”
“Putri Sedepa, tidak sepatutnya kau memohon seperti itu, lihatlah warna jingga senja sudah berganti dengan pekatnya malam!”
“Oh....Dewa yang Agung, kalau begitu perkenankan hamba untuk bisa datang kembali esok hari!” pinta Putri Sedepa.
Tak terdengar suara apa pun, hening!
“Dewa yang Agung, hamba mohon!” pintanya sekali lagi.
“Baiklah…kuperkenankan engkau untuk datang kembali!”
“Terima kasih...Dewa yang Agung, Terima kasih!”
Putri Sedepa pun pulang ke bumi dengan perasaan yang sangat riang. Keesokan harinya, ia kembali ke kahyangan, begitu terus setiap hari, berulang-ulang.
            Memasuki hari ke tujuh, terjadilah kegemparan yang meresahkan dunia langit dan dunia bumi. Tiga orang sakti yang terkenal dengan sebutan Trisakti, dipanggil ke langit untuk menghadap Sang Dewa Agung. Setiba mereka di kerajaan langit, mereka langsung menuju balairung istana.
“Wahai, Dewa yang Agung…apakah gerangan Paduka memanggil patik bertiga?” Tanya salah satu dari mereka.
“ Ki Gonjong, Ki Pitak, Ki Bulet, kalian kuminta menghadap karena ada suatu keresahan yang akan menimpa dunia manusia dan dunia para dewata!”
“Apakah itu, wahai Paduka?” Sahut Ki Gonjong.
“Tahukah kalian, dalam tujuh hari ini, Putri Sedepa dari dunia manusia telah memanfaatkan kesaktiannya untuk pergi dan bermain di sungai para dewata. Bagiku itu tak masalah. Namun, tanpa sepengetahuanku, salah satu putra kesayanganku, Pangeran sakti telah lama memperhatikan keasyikan Putri Sedepa dan Ia pun jatuh cinta! inilah yang menjadi persoalan besar, tak akan mungkin seorang putra dewata menikah dengan seorang putri manusia!”
“Dewa yang Agung, maafkan hamba yang telah lancang bertanya! Apakah Putri kami membalas perasaan ananda Paduka?” Tanya Ki Pitak, sambil menangkupkan kedua belah telapak tangan di depan dada.
“ Haa....itulah yang terjadi, kini mereka tengah berasyik masyuk di tepi sungai nirwana!”
            Ki Gonjong, Ki Pitak, dan Ki Bulet merasa malu mendengar Putri asuhan mereka yang tak tahu diri, seenaknya keluar masuk kahyangan dengan memanfaatkan kesaktian yang dianugerahkan padanya. Akhirnya ketiga orang sakti tersebut berinisiatif menemui Putri Sedepa di balainya.
“Wahai Paman bertiga, angin apakah yang membawa paman singgah ke gubukku ini?” sambut Putri Sedepa dengan takzimnya.
“Duhai, Anakku sayang, Paman ingin bertanya apakah kau benar-benar mencintai Pangeran Sakti?” tanya Ki Bulet.
Putri Sedepa terdiam sejenak, lalu ia berkata,”Darimanakah paman mengetahui kabar itu?”
“Tak perlulah engkau tahu, darimana kami memperoleh kabar tersebut! Kami hanya ingin tahu apakah engkau mencintai Pangeran Sakti?” tanya Ki Pitak yang memang sangat dekat dengan sang Putri.
“Tentu Paman, apakah salah?” tanya Putri Sedepa.
Sambil menghela napas, Ki Gonjong berkata, “ Putri, ketahuilah, engkau kami rawat dan kami asuh bukan untuk mempermalukan kehormatan kami di depan mata Dewata Agung. Tahukah engkau, Pangeran sakti adalah anak keturunan dari kerajaan langit, tak mungkin ia akan sanggup di dunia manusia. Sebelum engkau kecewa, lebih baik kau pikirkan kembali tindakanmu!”
“Tapi Paman....Pangeran Sakti telah berjanji kepadaku untuk selalu bersama, ia akan rela melepaskan kedudukannya untuk hidup sebagai manusia!” sanggah Putri Sedepa.
“Putri...engkau telah lancang! Kita lihat saja apa yang akan menjadi keputusan Dewata Agung. Untuk kelancanganmu terhadap Dewata Agung, maka kami putuskan untuk mencabut semua kesaktianmu. Jika kau lapar, kau harus mencari sendiri makananmu, berlakulah seperti manusia biasa!” Tegas Ki Pitak, sambil berdiri berlalu dari hadapan Putri Sedepa. Seiring dengan kepergian Trisakti, suasana bumi menjadi kelam, angin menderu kencang. Putri Sedepa hanya bisa terdiam dan menerima semua keputusan paman-pamannya.
            Sementara itu, di kerajaan Langit perdebatan antara Dewata Agung dengan Pangeran Sakti pun tak kalah sengitnya.
“Ananda Pangeran Sakti, tolong kau pikirkan lagi pilihanmu itu! Dia hanya manusia biasa!” Pinta Dewata Agung kepada Pangeran Sakti.
“Dewata Agung, hamba tak main-main dengan perasaan hamba untuk Putri Sedepa. Hamba benar-benar mencintainya!” Jawab Pangeran Sakti dengan teguhnya.
“Pangeran, engkau adalah keturunan kerajaan langit, engkau tak layak berdampingan dengan dengan manusia!” Bujuk Dewata Agung lagi.
“Jika hamba tak layak berdampingan dengan manusia, kenapa Dewata menganugerahkan perasaan cinta di antara kami berdua? Hamba siap menerima setiap resikonya!” Tegas pangeran Sakti lagi.
“Baiklah...ketahuilah, jika kau masih berkehendak seperti itu, maka bersiap-siaplah untuk hidup di bumi. Kau harus bekerja keras untuk menghidupi anak istrimu. Jika kau ingin minum, kau harus mengambilnya dulu di sungai lalu memasaknya. Jika kau lapar kau harus mencarinya, memetik buah dari pohonnya, berburu hewan di tengah hutan, membangun rumah untuk berteduh! Satu hal lagi yang harus kau ketahui, kau benar-benar akan menjadi manusia tanpa kesaktian yang selama ini kau miliki!”
“Kau sanggup, Pangeran Sakti!” Tegas Dewata Agung.
“Hamba siap, Dewata Agung!” tegas Pangeran Sakti.
Keputusan Pangeran Sakti benar-benar membuat Dewata Agung geram, maka segera beliau putuskan untuk mengirim Pangeran Sakti ke bumi dan menikahkannya dengan Putri Sedepa.
******
            Tiga tahun berselang.
            Kehidupan Pangeran Sakti dengan Putri Sedepa berjalan layaknya kehidupan manusia pada umumnya. Pangeran Sakti membangun sebuah pondok di daerah yang sekarang dikenal dengan  sebutan Suban Air Panas. Di daerah itu juga Pangeran sakti membuka kebun untuk menghidupi keluarga kecilnya. Hingga pada suatu hari....
“Dinda, hari ini kanda akan membuka kebun di arah utara kebun kita yang dulu. Mungkin kanda tak sempat untuk pulang makan siang. Kanda harap, Dinda bersedia mengantarkan makan siang ke kebun kita!” pinta pangeran Sakti kepada istrinya.
“Tentu kanda, akan dinda siapkan makanan yang enak untuk makan siang kanda di sana!’
Maka, berangkatlah Pangeran Sakti tanpa membawa bekal sedikitpun, karena ia yakin istrinya akan membawakannya makanan dan minuman. Tak lama berselang, Putri Sedepa pun segera menyiapkan makan siang untuk suaminya. Ia menanak nasi, memasak gulai ikan mas dan lalap pucuk ubi. Tak lupa ia siapkan juga air minum yang sudah didinginkan sejak tadi malam. Kemudian, ia susun dengan rapi di dalam beronang. Menjelang tengah hari berangkatlah Putri Sedepa menuju kebun.
            Namun, ditengah perjalanan tiba-tiba saja, Putri Sedepa melihat aliran air yang jernih dan mengeluarkan asap. Ia menjadi begitu penasaran, dengan melepaskan beronang yang berisi makanan untuk suaminya, Putri Sedepa mencoba untuk menyentuh air itu. Terasa hangat. Putri Sedepa pun semakin penasaran darimanakan asal air ini? pikirnya, ia mencoba menuju hulu aliran air itu, dan tanpa sadar telah meninggalkan beronang berisi makanan itu di tengah jalan. Ia terus berjalan menyusuri asal aliran tersebut, semakin lama semakin jauh.
             Akhirnya, sampailah Putri Sedepa di tempat air itu berasal, dan ia begitu terkejut dan terpukau. Ternyata, air yang hangat itu berasal dari sebuah kolam yang dikelilingi batu-batu alam yang begitu mengagumkan. Tak jauh dari kolam itu terdapat sungai yang sangat jernih, dari kejauhan ia pun mendengar deburan air terjun. Hutan ini benar-benar indah.
“Wahai, Dewata Agung...betapa indahnya kau ciptakan tempat ini!” bisik Putri Sedepa dengan sangat riangnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Putri Sedepa pun langsung menuju kolam air hangat itu, pertama ia ayunkan tangannya di permukaan air itu, kemudian ia celupkan ke dua kakinya di kolam itu, hangat! Ia tersenyum senang, akhirnya Putri Sedepa kembali pada kebiasaannya yang dulu, ia terus asyik bermain air tanpa menghiraukan waktu yang terus beranjak siang.
            Sementara itu, di bawah pohon ditepi kebunnya, Pangeran Sakti terus menunggu kedatangan istrinya. Dahaga terus menggoda tenggorokannya, lapar terus menyapa lambungnya. Pangeran Sakti terus menatap ke arah jalan setapak di balik pohon durian di ujung kebun yang baru dibukanya, berharap istrinya hanya terlambat datang. Namun, waktu demi waktu terus berlalu, tak juga ia bertemu paras istrinya yang cantik jelita. Dahaga terus menyerang, pandangan pun menjadi berkunang-kunang. “Oh..andaikan kehidupan manusia seperti kehidupan dewata!” gumam Pangeran Sakti, dan tanpa sadar ia memandang ke arah Timur laut kebunnya, ke arah Bukit Kaba yang menjadi gerbang masuk ke dunia dewata. Tiba-tiba muncul dalam benaknya, apakah telah terjadi sesuatu dengan Putri Sedepa? Dengan panik, ia berdiri dengan lemahnya akibat lelah, dahaga dan lapar yang tidak terkira, ia mencoba untuk berlari. Begitu khawatirnya Pangeran Sakti dengan kondisi Putri Sedepa.
            Sesampainya di tengah hutan, kekhawatiran Pangeran Sakti semakin menjadi-jadi, ketika dilihatnya beronang Putri Sedepa yang tergeletak dikerumuni burung-burung dan binatang hutan lainnya. Ia yakin bahwa itu adalah beronang Putri Sedepa, karena Putri Sedepa sendirilah yang mengayam beronang itu dengan memberi tanda di ujung dekat talinya. Perasaan panik dan cemas semakin merayapi Pangeran Sakti, dengan serabutan ia berlari ke seluruh penjuru hutan sambil meneriakkan nama Putri Sedepa.
            Di tempat yang lain, terlihat Putri Sedepa tengah asyik masyuk bermain air, ia berenang ke sana kemari, melompat dari kolam air hangat menuju dinginya air sungai, begitu terus menerus. Tak didengarnya lagi gema panggilan Pangeran Sakti yang menyebut namanya.
            Di sisi lain hutan, Pangeran sakti terus berlari mencari istrinya sambil menyeret beronang yang ia temukan di hutan. Hari telah beranjak petang. Tak lama kemudian sampailah Pangeran sakti di tepi sungai yang berseberangan dengan kolam air hangat yang sedang dinikmati Putri Sedepa, tiba-tiba matanya tertumpu pada sosok yang timbul tenggelam di tengah kolam itu, seorang perempuan berambut sangat panjang tengah asyik bermain di tengah kolam dengan wajah yang tak lepas dari  gelak tawanya. Sadarlah Pangeran sakti  siapa gerangan perempuan tersebut. Perasaan khawatir yang tadi begitu menghantui Pangeran sakti berubah menjadi perasaan marah yang meluap-luap tak terkendali.
“Putri Sedepa!” panggilnya dengan lantang.
Mendengar namanya dipanggil oleh suara yang begitu dikenalnya, tiba-tiba Putri Sedepa seperti disadarkan, “Kanda...!” bisiknya takut, ketika melihat wajah suaminya yang berubah menjadi merah menyala. Ia berlari menyongsong kedatangan suaminya.
“Berhenti di situ!” bentak Pangeran sakti lebih keras lagi. Putri sedepa berhenti di satu sisi sungai lainnya, ia memandang wajah suaminya dengan takut, lalu pandangannya beralih ke tangan suaminya yang memegang sesuatu, oh...tidak! Ia baru tersadar harusnya ia mengantar makan siang untuk suaminya, sudah berapa lamakan ia berasyik masyuk bermain di kolam itu.”Kanda maafkan aku!” pintanya sambil tersedu. Pangeran Sakti tak memiliki ampun untuk Putri Sedepa, ia merasa telah dilalaikan oleh istrinya sendiri. Kelalaian Putri sedepa tak bisa ia maafkan. Sambil melemparkan beronang itu ke arah Putri Sedepa, Pangeran sakti berkata’” Putri, kau telah lancang dan melalaikan suamimu. Tidak tahukan engkau, bahwa suamimu telah bekerja keras demi kehidupan kita nanti, tidak tahukan kamu, berapa lama suamimu menahan dahaga dan lapar yang tak terperi, tidak tahukah kamu, betapa khawatirnya perasaanku begitu melihat beronangmu tergeletak berserak di tengah hutan, tidak tahukan kamu, betapa suamimu sangat mencemaskan keberadaanmu. Sungguh sangat kusesali telah kubangun perasaan itu, sedangkan kau tengah berasyik masyuk menyalurkan kesenanganmu di tengah hutan ini. Benar kata Dewata Agung, aku takkan sanggup menjadi manusia, aku takkan sanggup bersama manusia, manusia itu egois, asyik dengan dirinya sendiri, lalai dan selalu lupa. Putri, kau telah menghancurkan harapanku untuk terus hidup bersamamu!”
”Tidak, Kanda...hamba mohon maafkanlah hamba..hamba telah lalai!” Jerit Putri Sedepa sambil menangis.
” Wahai Dewata Agung, hamba mohon ampunkan hamba, hamba benar-benar telah menyesal, hamba mohon izinkan hamba untuk kembali ke kerajaan langit!” Pinta Pangeran sakti sambil duduk bersimpuh dengan menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
             Tak lama kemudian terdengar suara menggelegar yang disertai angin puyuh yang teramat kencang,” Pangeran Sakti, permintaanmu aku kabulkan. kau memang lebih diperlukan di kerajaan langit!” seiring dengan menghilangnya suara tadi, Pangeran Sakti pun menghilang dari hadapan Putri Sedepa.” Tidaaaaaak.... Kanda, hamba mohon kembalilah!” teriak Putri Sedepa memanggil Pangeran Sakti. Putri sedepa betul-betul menyesali kelalaiannya. Sepanjang malam ia terus memohon kepada Dewata Agung untuk mempertemukannya dengan Pangeran Sakti. Tapi sayang, hingga pagi menjelang Pangeran sakti tak muncul-muncul di hadapan.
            Putri Sedepa pun berlari ke tempat yang paling tinggi di hutan itu,  sambil duduk bersimpuh menghadap kearah bukit kaba sebagai gerbang kerajaan langit, ia terus meratap dan memohon untuk dipertemukan dengan suaminya. Hari demi hari, minggu demi minggu, terbilang bulan ia lalui, terus menangis memohon maaf kepada suaminya, hingga pada saat purnama ke tujuh Putri Sedepa menghilang, dan ditempatnya duduk bersimpuh muncullah sebuah batu yang terus mengeluarkan air. Konon Putri Sedepa berupa menjadi batu, walaupun begitu ia terus menangis.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar